Dulu
banyak orang bilang pada saya, “Sabar, semua akan indah pada waktunya”
dan biasanya saya hanya diam saja, enggan berkomentar. Males. Karena saya
kurang percaya dengan kalimat-kalimat seperti itu jadi tidak begitu
meyakininya. Buat saya sih segala sesuatu kalau bisa instan, sekejap datang,
sekejap saya dapatkan.
Yah
itulah saya dulu, tidak sabaran. Ngoyo. Maksa.
Tapi
ketika beberapa waktu lalu saya mengalami beberapa ujian hidup yang boleh
dibilang membuat saya tidak berdaya dan harus tergantung sama orang lain,
lambat laun saya mulai percaya dengan kalimat itu.
Pada
dasarnya saya itu tidak suka tergantung sama orang lain, sebisa mungkin saya
melakukan segala sesuatunya sendiri, jadi ketika saya dikondisikan oleh Tuhan
saya harus mengistirahatkan tubuh, hati dan pikiran dengan sesungguh-sungguhnya
hingga memakan waktu nyaris setahun untuk pulih hingga bisa sekaligus membangun
kepercayaan diri saya sendiri, saya belajar banyak sekali. Terlalu banyak
hingga saya tidak bisa menjabarkan dengan berlembar-lembar halaman yang bisa
diceritakan disini.
Semua
itu hanya bisa saya pikirkan, rasakan, resapi dan aplikasikan.
Cobaan
hidup beberapa waktu lalu itu ternyata mampu mengubah saya cukup banyak. Menjadi
lebih positif melihat masalah, lebih sabar menyikapi manusia, lebih pasrah
menikmati hidup. Nggak lagi terburu-buru, tidak sabaran dan uring-uringan.
Sekarang
boleh dibilang lebih ‘eling’ sama lingkungan dan perasaan orang lain, bukan
berarti sebelumnya saya bengis ya, nggak sama sekali, tapi saya lebih cenderung
mau mendengar dan belajar peka sama perasaan orang lain.
Ternyata
setelah saya mulai peka dan melihat ke diri sendiri, saya jadi lebih kenal
siapa itu saya. Beberapa pertanyaan gelisah sepanjang hidup mulai terjawab
satu-satu. Sederhananya ya saya memang harus yakin bahwa ada kekuatan yang
lebih besar daripada saya yang mengatur dan menentukan apa sesungguhnya yang
terbaik untuk saya. Dan saya percaya itu!
Cobaan
tahun lalu itu pukulan telak buat saya. Tidak pernah saya merasa seperti itu
sebelumnya, harus menikmati semua perasaan, ketakutan akan kematian,
ketidakberdayaan, kehilangan, kesakitan, dan lain-lain dalam satu waktu
beruntun. Rasanya bukan saya banget harus berada pada titik itu. Ternyata saya
sadari sebelumnya saya adalah manusia yang lupa untuk merunduk. Lupa untuk
bersyukur.
Dan untuk
mengembalikan saya menjadi manusia seperti yang sekarang ini, saya mohon maaf
kepada diri saya, ibu saya dan Tuhan saya.
Kini
saya mulai memahami makna dari kalimat yang orang-orang beri itu, hanya kalimat
sederhana memang, “Segala sesuatu akan
indah pada waktunya”. Semua hal yang pernah saya minta kepada Tuhan dengan
tidak sungguh-sungguh itu (sedikit memaksa malah) setelah sekian tahun
sesudahnya baru diwujudkan oleh Tuhan.
Ini
membuat saya mulai paham dan bersyukur luar biasa. Yakin sajalah, kalau Dia
tahu dan pasti akan memberikan disaat yang tepat dan pasti akan diberikan yang
terbaik untuk umatNya.
Jadi
pembelajaran yang bisa saya bagikan disini, jika kamu sedang ‘kesakitan’ karena
mengalami sakit parah, kehilangan orang tersayang, kehilangan sesuatu, atau
cobaan hidup dalam bentuk apapun, yakin saja pasti itu memang yang terbaik. Biasanya
akan diganti oleh Tuhan dengan yang lebih baik, jika kita ikhlas. Meski kita
sama-sama tahu bahwa makna dari ikhlas masih sangatlah absurd, tetapi
coba dirasain saja, dinikmati dalam diam, dalam hening, dalam doa, dan
keyakinan. Dan untuk mencapai kesana, proses ini sangat individual. Banyak-banyak
saja meminta sama Tuhan. Coba kilas balik sebentar kehidupan kita sebelumnya,
kita telah melakukan apa saja sih beberapa waktu lalu hingga harus merasakan ‘kesakitan’
ini.
Semoga
Tuhan memberikan jalan dan jawaban akan kegelisahan jiwa kita. Amin!
Jumat,
17 Agustus 2012
syukur klo kamu bisa sampe tahap kesadaran yg bernama ikhlas. semoga bisa km aplikasikan ke byk hal yg akn km temui di depan nanti...
ReplyDeleteAmin, sampai sekarangpun masih dalam proses belajar :) Terima kasih ya
Delete