Menyikapi sebuah kegalauan
seperti yang sedang saya alami sekarang. Rasanya butuh menekan tombol OFF untuk
beberapa hari kepada hati dan pikiran sendiri. Sayangnya itu sesuatu yang tidak
mungkin. Yang bisa dilakukan hanya menyingkir sementara waktu dari sumber
masalah, bermalam disatu tempat, hening, sendiri dan berpikir ulang.
Mungkin tidak perlu juga
langsung berpikir dan mencari solusi. Tapi diam saja dan istirahat. Karena rasa
lelah yang sudah berakumulasi itu berbahaya untuk kesehatan jiwa. Redakan saja
perasaan sendiri, menyurutkan amarah, kekecewaan, kesedihan, menangis dengan
bebas, mentertawakan hidup dan diri sendiri. Berada pada satu titik yang
membuat saya berpikir bahwa hidup saya ini selalu tersindir oleh humor yang
sarkastik.
Melihat kerlip lampu
gedung, rumah dan mobil dari ketinggian lantai 12 itu memberikan saya
perspektif lain. Melihat langit yang sebentar terang, sebentar gelap dari
sebuah ketinggian juga memberikan saya perasaan aneh. Mungkinkah ini semua
petunjuk kosmik? Entah.
Perasaan saya sedang
tumpul. Otak saya nyaris mandul. Perlu suntik hormon. Hormon bahagia. Tapi katanya
bahagia itu harus kita ciptakan sendiri. Bukan dicari. Karena tidak terdapat
pada uang. Tidak pada orang. Tidak pada benda. Tapi dari diri sendiri. Ketika level
penerimaan diri kita akan fakta-fakta yang terjadi dalam hidup semakin lama
semakin baik, mau belajar dan mengambil hikmah dari setiap gelombang masalah
yang ada, banyak-banyak berdiskusi dengan orang dari aneka latar belakang, itu
malah seperti sekolah tanpa ijazah. Serius. Kadang tidak semua pertanyaan itu
ada jawabannya. Kadang hanya perlu kita nikmati saja meski itu akan banyak
mengolah perasaan.
Seperti sekarang ketika
saya merasa saya butuh istirahat hati dan pikiran. Saya memilih untuk pergi
barang sebentar. Berlibur bukan dalam artian sebenarnya. Agar ketika saya
pulang, saya kembali bisa dingin dalam menyikapi sesuatu. Kembali tenang dalam
mengambil keputusan. Dan tetap waras ketika salah satu pihak mulai tidak waras.
Seperti yang saya baca
tadi sore di sebuah majalah gratisan, ada kutipan bertuliskan, “Choose your
love, then love your choice, because nobody is perfect”
It’s true. Se true-truenya.
*senyum*
Ah. Betapa hidup itu
seperti odong-odong. Banyak musik. Berputar. Ada gelak tawa dan ada juga
rengekan serta tangisan karena ingin terus mengulang kesenangan yang fana.
Jakarta, 27 Januari 2013