Friday, April 8, 2011

Gusar dini hari!


Saya menghela napas berulang-ulang. Resah. Hati tak tenang, dahi berkerut, kepala terasa seperti kesemutan, dan saya tidak ingin menyulut keinginan untuk mulai merokok lagi, meskipun hanya sebatang.

Semalam saya terbangun tidur jam 2 pagi, lalu baru tidur kembali sekitar jam 6 pagi. Dan jam 9 paginya saya sudah bangun lagi untuk siap-siap berangkat ke kantor. Sejak kemarin saya begitu gelisah mencari dan menganalisa apa yang membuat saya gusar.

Kamu pernah tidak merasakan apa yang saya rasakan? Kamu seperti berputar-putar di kotak yang sama, tanpa arah tujuan, tanpa pola perjalanan yang jelas dan selalu berakhir dengan mengacak-ngacak rambut. Alias b-u-n-t-u.
Sekian banyak pertanyaan berkecamuk dikepala saya. Masa iya begini? Tapi kalau begitu nanti saya begini. Kalau benar dia begitu, berarti dia begini dong? Dan seterusnya.
Saya menghabiskan malam dini hari tadi dengan gusar di tingkat enam. Haha!

Apakah saya gusar karena belum berbaikan juga dengan pasangan saya? Kami belum bertegur sapa sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada yang mau memulai duluan. Saya gengsi, tentu saja. Hahaha. Untuk urusan ini saya akui, gengsi saya besar dan bisa jadi karena saya manja ingin yang ditegur duluan.

Tapi bisa jadi juga karena saya cemas akan satu hal yang tidak bisa saya ceritakan disini, tapi itu terkait dengan masalah kesehatan saya. Jujur saya cemas.

Dan terakhir bisa jadi karena tekanan dari kantor. Dua rekan kerja saya mengundurkan diri. Disatu sisi saya sedih, disatu sisi saya menyadari bahwa semua kendali akan kembali ke bahu saya. Artinya saya yang akan melakukan sekian dan banyak hal lagi.

Setelah saya pikir lama dengan mengorbankan kulit dahi yang bisa jadi semakin berkerut dan berlipat, saya berusaha menarik pembelajaran dari apa yang saya rasakan.

Pertama
Saya belajar untuk menahan diri dari keinginan saya untuk memenuhi rasa kangen saya terhadap rokok, asap, sensasi rasa menthol campur tembakau dalam mulut saya. Merasakan dorongan hasrat ide mengalir deras jika didorong oleh tembakau. Tapi karena saya sudah komit untuk tidak merokok lagi, ya saya tahan.

Kedua
Belum berbaikan dengan pasangan. Saya harap masa ‘kosong’ kami berdua tanpa komunikasi ini bisa memberikan waktu bagi kami berdua untuk ‘me time’ dan saling intropeksi diri. Semoga dalam waktu dekat kami bisa berbaikan kembali. Amin. Saya kangen.

Ketiga
Masalah kesehatan. Saya harus disiplin sama diri sendiri, bahwa ketakutan saya untuk mendengar hasil diagnosa dokter, obat, dan lain lain itu justru akan membuat penyakit saya semakin parah. Sudah seharusnya saya melawan keengganan saya dengan hal-hal yang sebut tadi. Jika saya memang masih ingin hidup lebih lama, saya harus SEHAT. Tanpa alasan!

Keempat
Tekanan pekerjaan. Saya rasa saya terlena beberapa waktu kemarin karena memiliki rekan kerja yang pintar2, membuat saya semakin memanjakan rasa bosan yang melanda saya dengan isu pekerjaan ini. Sekarang setelah saya tahu kondisi kantor sedang siaga 1, dua orang rekan kerja mengundurkan diri karena ingin mengembangkan diri lagi, sementara biaya kantor harus tetap dibayar, semua keputusan dan kendali kembali kepada pangkuan saya.


Penat dikepala saya semakin berat, punggung saya terasa semakin pegal. Ini barangkali tantangannya menjadi tulang punggung bagi organisasi? Dan tantangan sebagai pemimpin?

Saya akan terima semua perasaan, kondisi, situasi dan konsekuensi ini. Seperti biasa, saya bukan orang yang mudah gentar untuk menghadapi hal semacam ini.
Tantangannya adalah diri saya sendiri. Bagaimana caranya mengatasi kebosanan akan pekerjaan? Sementara saya harus bertanggung jawab akan organisasi yang saya pimpin.

Kamu tahu apa yang selalu menguatkan saya jika semangat saya turun? Fakta bahwa perjuangan masih panjang, hasil advokasi belum seberapa, diluar sana masih ada sistem yang tidak adil dan tidak berpihak kepada kelompok marjinal, dan kesadaran bahwa saya masih memiliki teman-teman kerja yang sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. Gelak tawa dalam canda mereka yang membuat saya masih bertahan hingga detik ini.

Inti dari apa yang saya tulis ini adalah jangan biarkan perasaan yang membawa kita, tapi kita yang harus bisa mengendalikan perasaan kita. Kontrol yang kuat akan hati dan pikiran kita sendiri itu penting!

Jakarta, 8 April 2011

No comments:

Post a Comment